MAKALAH PENDEKATAN ANDRAGOGI

MAKALAH PENDEKATAN ANDRAGOGI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan dan Pembelajaran
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf




Disusun Oleh:

1.      Denisa Yudha Pertiwi             Q100160092
2.      Siti Taqwimah                         Q100160101

KELAS 1 B



MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2016


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Belajar adalah proses menjadi dirinya sendiri (process of becoming person) bukan proses untuk dibentuk (process of beings haped) menurut kehendak orang lain, kegiatan belajar harus melibatkan individu atau client meliputi apa yang mereka inginkan, apa yang dilakukan, menentukan dan merencanakan serta melakukan tindakan apa saja yang perlu untuk memenuhi keinginan tersebut. Inti dari pendidikan adalah membantu orang dalam belajar untuk dapat memikirkan diri mereka sendiri, mengatur urusan kehidupan mereka sendiri untuk berkembang dan matang, dengan mempertimbangkan bahwa mereka juga sebagai makhluk sosial.
Dengan belajar orang dewasa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak lagi, sehingga belajar bagi orang dewasa lebih fokus pada peningkatan pengalaman hidup tidak hanya pada pencarian ijazah saja. Pengalaman merupakan sumber terkaya dalam pembelajaran sehingga orang dewasa semakin kaya  akan pengalaman dan termotifasi untuk melakukan upaya peningkatan hidup.  Sifat belajar orang dewasa bersifat subjektif dan unik, hal itulah yang membuat orang dewasa untuk semakin berupaya semaksimal mungkin dalam belajar, sehingga apa yang menjadi harapan dapat tercapai.
Orientasi belajar berpusat pada kehidupan, dengan demikian orang dewasa belajar tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang bangus akan tetapi orang dewasa belajar untuk meningkatkan kehidupannya. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam makalah ini akan disampaikan lebih jauh mengenai belajar orang dewasa atau yang disebut juga dengan Andragogi.

B.       Rumusan Masalah
1.         Apakah pengertian dari andragogi?
2.         Apa asumsi-asumsi pokok teori belajar andragogi?
3.         Bagaimana prinsip pendidikan orang dewasa?
4.         Bagaimana metode pendidikan orang dewasa?
5.         Apa persamaan dan perbedaan andragogi dan pedagogi?
6.         Apa saja hal yang harus diperhatikan orang dewasa dalam pembelajaran?
7.         Apa saja bahan/sarana belajar dalam andragogi?
8.         Apa kelebihan dan kekurangan pendekatan andragogi?

C.       Tujuan
1.         Untuk mengetahui pengertian dari andragogi
2.         Untuk mengetahui asumsi-asumsi pokok teori belajar andragogi
3.         Untuk mengetahui prinsip pendidikan orang dewasa
4.         Untuk mengetahui metode pendidikan orang dewasa
5.         Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan andragogi dan pedagogi
6.         Untuk mengetahui hal yang harus diperhatikan orang dewasa dalam pembelajaran
7.         Untuk mengetahui bahan/sarana belajar dalam andragogi
8.         Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan andragogi

D.      Manfaat
1.         Teoritis
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pendekatan Andragogi.
2.         Praktis
Bahan referensi untuk mengembangkan pembelajaran khususnya bagi orang dewasa. Memotivasi orang dewasa untuk terus belajar hingga akhir hayat.


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Andragogi
Andragogi berasal dari bahasa Yunani aner artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin. Istilah lain yang kerap kali dipakai sebagai perbandingan adalah pedagogi yang ditarik dari kata paid artinya anak dan agogus artinya memimpin. Maka secara harfiah pedagogi berarti seni dan pengetahuan mengajar anak. Karena itu, pedagogi berarti seni/pengetahuan mengajar anak maka apabila memakai istilah pedagogi untuk orang dewasa jelas kurang tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Sementara itu, menurut (Kartini Kartono, 1997), bahwa pedagogi (lebih baik disebut sebagai androgogi, yaitu ilmu menuntun/mendidik manusia; aner, andros = manusia; agoo=menuntun, mendidik) adalah ilmu membentuk manusia; yaitu membentuk kepribadian seutuhnya, agar ia mampu mandiri di tengah lingkungan sosialnya (Asmin, 2015). Andragogi secara harfiah menurut Knwles (Sugiyanto, 2003) dapat diartikan sebagai seni dan ilmu dalam usaha membantu orang dewasa belajar.
Malcolm Knowles tahun 1970 mempublikasikan karyanya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Andragogi berasal dari bahasa Yunani aner/andr artinya orang dewasa, dan agogus artinya memimpin/membimbing. Secara harfiah andragogi diartikan sebagai seni dan pengetahuan mengajar orang dewasa. Namun, karena orang dewasa sebagai individu yang dapat mengarahkan diri sendiri, maka dalam andragogi yang lebih penting adalah kegiatan belajar dari siswa bukan kegiatan mengajar guru, sehingga andragogi diartikan sebagai seni dan pengetahuan membelajarkan orang dewasa. Andragogi merupakan suatu proses pembelajaran peserta didik yang terdiri atas orang dewasa. Andragogi disebut juga sebagai teknologi pelibatan orang dewasa dalam pembelajaran. Proses pembelajaran dapat terjadi dengan baik apabila metode dan teknik pembelajaran melibatkan peserta didik. Keterlibatan diri (ego peserta didik) adalah kunci keberhasilan dalam pembelajaran orang dewasa. Untuk itu, pendidik hendaknya membantu peserta didik untuk: 1. mendefinisikan kebutuhan belajarnya, 2. merumuskan tujuan belajar, 3. ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan penyusunan pengalaman belajar, dan 4. berpartisipasi dalam mengevaluasi proses dan hasil kegiatan belajar. Dengan demikian setiap pendidik harus melibatkan peserta didik seoptimal mungkin dalam kegiatan pembelajaran.

B.       Asumsi-asumsi Pokok Teori Belajar Andragogi
Malcolm Knowles (1970) mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
1.         Konsep Diri: kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu mengarahkan dirinya sendiri dan mandiri. Secara umum konsep diri anak-anak masih tergantung sedangkan orang dewasa konsep dirinya sudah mandiri. Oleh sebab itu, orang dewasa membutuhkan penghargaan orang lain, yakni mampu menentukan (Self Determination) dan mengarahkan dirinya sendiri (Self Direction).
2.         Pengalaman: sesuai dengan perjalanan waktu, seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan serta mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman kehidupan, yang menjadikan individu sebagai sumber belajar, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu, dalam teknologi pelatihan atau pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal dengan "Experiential Learning Cycle" (Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman). Hal ini menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metode dan teknik kepelatihan. Dalam pelatihan menggunakan diskusi, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapang, melakukan praktik dan lain sebagainya, yang dapat melibatkan partisipasi peserta pelatihan.
3.         Kesiapan Belajar: setiap individu semakin matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya, tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan, perubahan tugas dan peranan sosialnya. Pada seorang anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologiknya. Tetapi pada orang dewasa siap belajar sesuatu karena tingkatan perkembangan mereka yang harus dihadapii dalam peranannya sebagai pekerja, orang tua atau pemimpin organisasi. Dalam hal ini materi pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peranan sosialnya.
4.         Orientasi Belajar: pada anak orientasi belajarnya seolah-olah sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang berpusat pada materi pembelajaran (Subject Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa mempunyai kecenderungan memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama berkaitan dengan fungsi dan peranan sosial. Perbedaan asumsi disebabkan adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa, belajar bersifat dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu segera. Sedangkan anak, penerapan yang dipelajari masih menunggu waktu hingga dia lulus, mendapat sekolah dan sebagainya. Sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa hendaknya bersifat praktis dan dapat segera diterapkan dalam keseharian.

C.       Prinsip Pendidikan Orang Dewasa
Pertumbuan orang dewasa dimulai pertengahan masa remaja (adolescence) sampai dewasa, setiap individu memiliki kecenderungan tumbuh ke arah menggerakkan diri sendiri tetapi secara aktual menginginkan orang lain memandang dirinya sebagai pribadi yang mandiri yang memiliki identitas diri. Dengan begitu orang dewasa tidak menginginkan orang memandangnya apalagi memperlakukan dirinya seperti anak-anak. Mengharapkan pengakuan orang lain akan otonomi dirinya, dan dijamin ketentramannya untuk menjaga identitas dirinya dengan penolakan dan ketidaksenangan akan setiap usaha orang lain untuk menekan, memaksa, dan manipulasi tingkah laku yang ditujukan terhadap dirinya. Tidak seperti anak-anak yang beberapa tingkatan masih menjadi objek pengawasan, pengendalian orang lain yaitu pengawasan dan pengendalian orang dewasa yang berada di sekeliling, terhadap dirinya. 
Dalam kegiatan pendidikan atau belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi obyek sosialisasi yang seolah-olah dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya dengan keinginan memegang otoritas di atas dirinya sendiri, akan tetapi tujuan kegiatan belajar atau pendidikan orang dewasa tentunya lebih mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas dirinya sendiri untuk menjadi dirinya sendiri; atau, kalau meminjam istilah Rogers (Knowles, 1979), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi atau menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar atau pendidikan merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain; atau, kalau meminjam istilah Maslow tahun 1966 (Asmin, 2015), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-actualization) (Asmin, 2015).
Dalam kegiatan pendidikan/belajar, orang dewasa bukan lagi menjadi objek sosialisasi yang dibentuk dan dipengaruhi untuk menyesuaikan dirinya, akan tetapi tujuan kegiatan belajar/pendidikan orang dewasa mengarah kepada pencapaian pemantapan identitas diri untuk menjadi dirinya sendiri. Menurut Rogers (Knowles, 1979), kegiatan belajar bertujuan mengantarkan individu untuk menjadi pribadi/menemuan jati dirinya. Dalam hal belajar/pendidikan merupakan process of becoming a person. Bukan proses pembentukan atau process of being shaped yaitu proses pengendalian dan manipulasi untuk sesuai dengan orang lain, sesuai dengan Maslow (1966), belajar merupakan proses untuk mencapai aktualiasi diri (self-actualization) (Asmin, 2015).
Sedangkan menurut Lindeman (1926) terdapat lima prinsip belajar teori belajar orang dewasa:
1.         Orang dewasa termotivasi belajar apabila “belajar” tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan minatnya, oleh karena itu titik berangkat pembelajaran orang dewasa adalah menemukan kebutuhan dan minat warga belajar.
2.         Orientasi belajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan(life centere), oleh karena itu unit pembelajaran orang dewasa harus terkait dengan kehidupan, bukan pelajaran.
3.         Pengalaman adalah sumber belajar yang paling baik bagi orang dewasa, sehingga metode menggunakan pengalaman dan analisis pengalaman.
4.         Orang dewasa mempunyai kebutuhan yang dalam untuk mengarahkan diri sendiri(self directing) oleh karena itu pengalaman adalah guru dalam pembelajaran dengan mengambangkan pengetahuan.
5.         Perbedaan individu antara orang dewasa semakin bertambah sejalan dengan bertambahnya usia, olehkarena itu gaya belajar, waktu, tempat dan kecepatan belajar harus di ijinkan/ditolelir.

D.      Metode Pendidikan Orang Dewasa
Metode pendidikan bagi orang dewasa merupakan suatu cara praktis yang dilakukan oleh seorang fasilitator agar usaha pengajaran yang dilakukan dapat berhasil. Suatu metode dalam pembelajaran menjadi lebih penting karena hal tersebut dapat mengarahkan kearah pembelajaran lebih progresif sekaligus dapat memahami berbagai bentuk dan karakter setiap peserta didiknya. Adapaun beberapa metode yang dapat digunakan dalam pendidikan orang dewasa sangat beragam, diantaranya:
1.         Metode partisipatif, dalam metode ini memiliki prinsip perencanaan sebagai berikut:
a.         Perencanaan hubungan dengan masyarakat, antara lembaga pendidikan dan masyarakat perlu ada hubungan yang harmonis, saling kerjasama, saling memberi dan saling menerima.
b.        Partisipan, pihak yang layak diikutsertakan dalam perencanaan pendidikan harus menuhi syarat yaitu tertarik akan masalah pendidikan, mau belajar dari ahli perencana pendidikan, memiliki kemampuan intelektual sebagai perencana, paham masalah pendidikan, merupakan anggota kelompok yang dapat bekerja efektif.
c.         Teknik kerja kelompok.
d.        Pembuatan program.
e.         Pengambilan keputusan, dalam hal ini yang berwenang mengambil keputusan adalah manajer tertinggi, tim manajer atau pejabat lain yang ditunjuk.
2.         Metode demonstrasi, metode ini adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa yang sangat sering digunakan dalam sebuah praktek. Metode demonstrasi tidak seharusnya digunakan dalam setiap situasi, oleh karenanya perlu memperhatikan pula tingkat kemampuan subyek atau sasaran bagi peserta pendidik tersebut. Adapun langkah-langkah dalam metode demonstrasi antara lain:
a.         Merencanakan, yang harus dilakukan dalam merencanakan demonstrasi yaitu menentukan masalah yang akan dipecahkan, tentukan keterampilan yang akan diajarkan, kumpulkan informasi tentang keterampilan tersebut.
b.        Mempersiapkan demonstrator, yang harus dilakukan yaitu mempersiapkan semua alat, mengadakan latihan untuk mempraktekkan keterampilan, persiapkan ruang yang luas, memilih lokasi yang strategis, demonstrator harus mengetahui materi.
c.         Mempersipakan pengamat
d.        Evaluasi

3.         Metode diskusi. Metode diskusi merupakan metode yang sangat efektif jika peserta yang terlibat hanya sedikit. Penggunaan metode diskusi untuk kelompok yang semisal berjumlah 10 orang atau lebih memerlukan perencanaan yang cermat dan pimpinan diskusi yang kompeten. Diskusi merupakan kelompok sebagai pertemuan atau percakapan antara dua orang atau lebih yang membahas topik tertentu yang menjad pusat perhatian. Dalam diskusi kelompok, anggota kelompok menunjuk moderator (pimpinan diskusi) yang menentukan tujuan dan agenda yang harus ditaati.
4.         Metode pelatihan, metode pelatihan adalah salah satu metode dalam pendidikan orang dewasa atau dalam pertemuan yang biasa digunakan dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap peserta dengan cara yang spesifik. Metode pelatihan memiliki prosedur rancangan yaitu:
a.         Identifikasi kebutuhan, yang dimaksud kebutuhan disini yaitu kebutuhan akan pendidikan orang dewasa dari berbagai pihak yang perlu diidentifikasi secara cermat.
b.        Identifikasi sasaran, maksud sasaran di sini adalah perilaku peserta yang diharapkan setelah mengikuti pelatihan.
c.         Identifikasi sumber, perlu dianalisis somber-sumber yang diperlukan baik yang sudah tersedia maupun yang masih diusahakan. Sumber yang dimaksud di sini seperti dana, penceramah, fasilitator, alat, perlengkapan
d.        Identifikasi hambatan yaitu mengidentifikasi yang sudah ada yang mungkin timbul pada waktu pelatihan dilaksanakan.
e.         Seleksi, seleksi yang harus dilakukan yaitu dengan mempertimbangkan sumber daya, hambatan, kelebihan dan kelemahan masing-masing alternatif serta sasaran yang ingin dicapai.


E.       Persamaan dan Perbedaan Andragogi dan Pedagogi
Asumsi dasar menurut Knowles (1993):
Asumsi Dasar
Tentang
Pedagogi
Andragogi
Konsep diri peserta didik
Pribadi yang bergantung kepada gurunya
Semakin mengarahkan diri (self-directing)
Pengalaman peserta didik
Masih harus dibentuk daripada digunakan sebagai sumber belajar
Sumber yang kaya untuk belajar bagi diri sendiri dan orang lain
Kesiapan belajar peserta didik
Seragam (uniform) sesuai tingkat usia dan kurikulum
Berkembang dari tugas hidup & masalah
Oriensi dalam belajar
Orientasi bahan ajar (subject-centered)
Orientasi tugas dan masalah (task or problem centered)
Motivasi bbelajar
Dengan pujian, hadiah, dan hukuman
Oleh dorongan dari dalam diri sendiri (internal incentives, curiosity)
Knowles (1993) melihat perbedaan proses pembelajaran orang dewasa dengan anak-anak dalam tujuh aspek utama, yaitu suasana, perencanaan, diagnosa kebutuhan, penentuan tujuan belajar, rumusan rencana belajar, kegiatan belajar dan evaluasinya.

                                                     UNSUR-UNSUR PROSES
Suasana
Tegang, rendah dalam mempercayai, formal, dingin, kaku, lambat, orientasi otoritas guru, kompetitif dan sarat penilaian.
Santai, mempercayai, saling menghargai, informal, hangat, kerjasama, mendukung.
Perencanaan
Utamanya oleh guru
Kerjasama peserta didik dengan fasilitator
Diagnosa kebutuhan
Utamanya oleh guru
Bersama-sama: pengajar dan peserta didik.
Penetapan tujuan
Utamanya oleh guru
Dengan kerjasama dan perundingan
Desain rencana belajar
1.        Rencana bahan ajar oleh guru
2.        Penuntun belajar (course syllabus) dibuat guru.
3.        Sekuens logis (logical sequence) pembelajaran oleh guru.
1.        Perjanjian belajar (learning contracts)
2.        Projek belajar (learning projects)
3.        Urutan belajar atas dasar kesiapan (sequenced by readiness)
Kegiatan belajar
1.        Teknik penyajian (transmittal techniques)
2.        Tugas bacaan (assigned readings)
1.        Projek untuk penelitian (inquiry projects)
2.        Projek untuk dipelajari (learning projects)
3.        Tehnik pengalaman (experiential techniques)
Evaluasi belajar
1.          Oleh guru
2.          Berpedoman pada norma (on a curve)
3.          Pemberian angka
1.        Oleh peserta didik berdasarkan evidensi yang dipelajari oleh rekan-rekan, fasiltator, ahli. (by learner-collected evidence validated by peers, facilitators, experts).
2.        Referensinya berdasarkan criteria (criterion referenced)

No
Asumsi
Pedagogik
Andragogi
1
Kosep tentang diri peserta didik
Peserta didik digambarkan sebagai seseorang yang bersifat tergantung. Masyarakat mengharapkan para guru bertanggung jawab sepenuhnya untuk menentukan apa yang harus dipelajari, kapan, bagaimana cara mempelajarinya, dan apa hasil yang diharapkan setelah selesai
Adalah suatu hal yang wajar apabila dalam suatu proses pendewasaan, seseorang akan berubah dari bersifat tergantung menuju ke arah memiliki kemampuan mengarahkan diri sendiri, namun setiap individu memiliki irama yang berbeda-beda dan juga dalam dimensi kehidupan yang berbeda-beda pula. Dan para guru bertanggungjawab untuk menggalakkan dan memelihara kelangsungan perubahan tersebut. Pada umumnya orang dewasa secara psikologis lebih memerlukan penga- rahan diri, walaupun dalam keadaan tertentu mereka bersifat tergantung.
2
Fungsi Pengalaman peserta didik
Di sini pengalaman yang dimiliki oleh peserta didik tidak besar nilainya, mungkin hanya berguna untuk titik awal. Sedangkan penglaman yang sangat besar manfaatnya adalah pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari gurunya, para penulis, produsen alat-alat peraga atau alat-alat audio visual dan pengalaman para ahli lainnya. Oleh karenanya, teknik utama dalam pendidikan adalah teknik penyampaian yang berupa: ceramah, tugas baca, dan penyajian melalui alat pandang dengar.
Di sini ada anggapan bahwa dalam perkembangannya seseorang membuat semacam alat penampungan (reservoair) pengalaman yang kemudian akan merupakan sumber belajar yang sangat bermanfaat bagi diri sendiri mau pun bagi orang lain. Lagi pula seseorang akan menangkap arti dengan lebih baik tentang apa yang dialami daripada apabila mereka memperoleh secara pasif, oleh karena itu teknik penyampaian yang utama adalah eksperimen, percobaan-percobaan di laboratorium, diskusi, pemecahan masalah, latihan simulasi, dan praktek lapangan.
3
Kesiapan belajar
Seseorang harus siap mempelajari apapun yang dikatakan oleh masyarakat, dan hal ini menimbulkan tekanan yang cukup besar bagi mereka karena adanya perasaan takut gagal, anak-anak yang sebaya diaggap siap untuk mempelajari hal yang sama pula, oleh karena itu kegiatan belajar harus diorganisasikan dalam suatu kurikulum yang baku, dan langkah-langkah penyajian harus sama bagi semua orang.
Seseorang akan siap mempelajari sesuatu apabila ia merasakan perlunya melakukan hal tersebut, karena dengan mempelajari sesuatu itu ia dapat memecahkan masalahnya atau dapat menyelesaikan tugasnya sehari-hari dengan baik. Fungsi pendidik di sini adalah menciptakan kondisi, menyiapkan alat serta prosedur untuk membantu mereka menemukan apa yang perlu mereka ketahui. Dengan demikian program belajar harus disusun sesuai dengan kebutuhan kehidupan mereka yang sebenarnya dan urutan-urutan penyajian harus disesuaikan dengan kesiapan peserta didik.
4
Orientasi belajar
Peserta didik menyadari bahwa pendidikan adalah suatu proses penyampaian ilmu pengetahuan, dan mereka memahami bahwa ilmu-ilmu tersebut baru akan bermanfaat di kemudian hari. Oleh karena itu, kurikulum harus disusun sesuai dengan unit-unit mata pelajaran dan mengikuti urutan-urutan logis ilmu tersebut , misalnya dari kuno ke modern atau dari yang mudah ke sulit. Dengan demikian, orientasi belajar ke arah mata pelajaran. Artinya jadwal disusun berdasarkan keterselesaian nya mata-mata pelajaran yang telah ditetapkan.
Peserta didik menyadari bahwa pendidikan merupakan suatu proses peningkatan pengembangan kemampuan diri untuk mengembangkan potensi yang maksimal dalam hidupnya. Mereka ingin mampu menerapkan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya hari ini untuk mencapai kehidupan yang lebih baik atau lebih efektif untuk hari esok. Berdasarkan hal tersebut di atas, belajar harus disusun ke arah pengelompokan pengembangan kemampuan. Dengan demikian orientasi belajar terpusat kepada kegiatannya. Dengan kata lain, cara menyusun pelajaran berdasarkan kemampuan-kemampuan apa atau penampilan yang bagaimana yang diharap kan ada pada peserta didik.

F.        Hal yang harus Diperhatikan Orang Dewasa dalam Pembelajaran
Proses belajar berlangsung sepanjang  hayat (long life education). Namun, terdapat korelasi negatif antara pertambahan usia dengan kemampuan belajar orang dewasa. Setiap individu orang dewasa, semakin bertambah usia, akan semakin sukar belajar (karena semua aspek kemampuan fisik semakin menurun). Misalnya daya ingat, kekuatan fisik, kemampuan menalar, berkonsentrasi, dan lain-lain, semuanya memperlihatkan penurunan sesuai pertambahan usia.
Menurut Lunandi (1987), kemajuan pesat dan perkembangan tidak diperoleh dengan menantikan pengalaman melintasi hidup saja. Kemajuan yang seimbang dengan perkembangan zaman harus dicari melalui pendidikan.
Verner dan Davidson (Lunandi, 1987) berpendapat terdapat enam faktor yang secara psikologis dapat menghambat keikutsertaan orang dewasa dalam suatu program pendidikan:
1.         Dengan bertambah usia, titik dekat penglihatan/titik terdekat yang dapat dilihat secara jelas bergerak semakin jauh. Pada usia 20 tahun seseorang dapat melihat jelas suatu benda pada jarak 10 cm. Sekitar usia 40 tahun titik dekat penglihatan sudah menjauh sampai 23 cm.
2.         Dengan bertambah usia, titik jauh penglihatan/titik terjauh yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang, semakin pendek. Kedua faktor ini perlu diperhatikan dalam pengadaan dan pengunaan bahan serta alat pendidikan.
3.         Semakin bertambah usia, semakin besar jumlah penerangan yang diperlukan dalam situasi belajar. Seseorang usia 20 tahun memerlukan 100 Watt cahaya, pada usia 40 tahun diperlukan 145 Watt, dan pada usia 70 tahun seterang 300 Watt baru cukup untuk dapat melihat dengan jelas.
4.         Semakin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung ke arah merah daripada spektrum. Disebabkan oleh menguningnya kornea/lensa mata, sehingga cahaya yang masuk agak terasing. Akibatnya kurang dapat membedakan warna-warna lembut. Untuk itu, digunakan warna-warna cerah yang kontras sebagai alat peraga.
5.         Pendengaran/kemampuan menerima suara berkurang. Pada umumnya seseorang mengalami kemunduran dalam membedakan nada secara tajam pada setiap dasawarsa dalam hidupnya. Pria cenderung lebih cepat mengalami kemunduran daripada wanita.


Hal yang perlu diperhatikan orang dewasa dalam situasi belajar:
1.         Terciptanya proses belajar adalah suatu proses pengalaman yang diwujudkan oleh setiap individu orang dewasa. Proses pembelajaran orang dewasa berkewajiban memotivasi/mendorong mencari pengetahuan yang lebih tinggi.
2.         Setiap individu orang dewasa belajar secara efektif bila mampu menemukan makna pribadi bagi dirinya dan memandang makna yang baik berhubungan dengan keperluan pribadinya.
3.         Kadangkala proses pembelajaran orang dewasa kurang kondusif, dikarenakan belajar diorientasikan terhadap perubahan tingkah laku, sedangkan perubahan perilaku saja tidak cukup, jika perubahan tidak mampu menghargai budaya bangsa yang harus dipelihara, di samping metode berpikir tradisional yang sukar diubah.
4.         Proses pembelajaran orang dewasa merupakan hal unik dan khusus serta bersifat individual. Setiap individu orang dewasa memiliki kiat dan strategi memperlajari dan menemukan pemecahan masalah yang dihadapi dalam pembelajaran. Dengan adanya peluang mengamati kiat dan strategi individu lain dalam belajar, diharapkan dapat memperbaiki dan menyempurnakan caranya sendiri dalam belajar, sebagai upaya koreksi yang lebih efektif.
5.         Faktor pengalaman masa lampau berpengaruh pada setiap tindakan yang dilakukan, pengalaman yang baik perlu digali dan ditumbuhkembangkan ke arah yang lebih bermanfaat.
6.         Belajar adalah suatu transformasi ilmu pengetahuan dan merupakan proses pengembangan intelektualitas seseorang. Pemaksimalan hasil belajar dicapai apabila setiap individu dapat memperluas jangkauan pola berpikirnya.

G.      Bahan/Sarana Belajar dalam Andragogi
Menurut Edgar Dale (Arif, 1994: 79) dalam dunia pendidikan, penggunaan bahan/sarana belajar seringkali menggunakan prinsip Kerucut Pengalaman, yang membutuhkan bahan dan sarana belajar, seperti buku teks, bahan belajar yang dibuat sendiri oleh fasilitator, dan alat pandang dengar.
Gambar 2.1 Piramida Pengalaman
Dapat disimpulkan bahwa pada ceramah, peserta hanya mendengarkan. Fungsi berbicara hanya sedikit terjadi pada waktu tanya jawab. Untuk metode diskusi bicara dan mendengarkan berjalan seimbang. Dalam pendidikan dengan cara demonstrasi, peserta sekaligus mendengar, melihat dan berbicara. Pada saat latihan praktis peserta dapat mendengar, berbicara, melihat dan mengerjakan sekaligus, sehingga dapat diperkirakan menjadi paling efektif.

H.      Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Andragogi
Kegiatan pendidikan jalur sekolah/luar sekolah memiliki daerah dan kegiatan yang beraneka ragam. Pendidikan orang dewasa terutama pendidikan masyarakat bersifat nonformal sebagian besar dari siswa/pesertanya adalah orang dewasa, paling tidak pemuda/remaja. Kegiatan pendidikan memerlukan pendekatan tersendiri. Dengan menggunakan teori andragogi kegiatan/usaha pembelajaran orang dewasa dalam kerangka pembangunan/realisasi pencapaian cita-cita pendidikan seumur hidup dapat diperoleh dengan dukungan konsep teoritik/penggunaan teknologi yang dapat dipertanggung jawabkan.
Andragogi memiliki kelemahan, salah satunya adalah bahwa bagaimana mungkin seorang siswa yang tidak terlalu memahami tentang luasnya ilmu kemudian dibebaskan memilih apa yang mereka sukai. Seolah sistem Andragogi hanya sebagai suatu sistem yang mengembirakan siswanya saja dan melupakan tujuan sebenarnya sebuah pendidikan. Jika sebuah ilmu tidak diminati oleh siswa, tentu saja ilmu tersebut akan hilang. Dan siswa dibiarkan memilih jika ada persyaratan kemampuan yang memang semestinya dimiliki seandainya siswa mau belajar ilmu tertentu. Tidak mungkin siswa SD dibiarkan memilih mata pelaharan Integral Diferensial sebelum mereka menguasai dulu perkalian, jumlah, kurang bagi, dll.































BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Pembelajaran orang dewasa adalah pembelajaran memahami orang dewasa dalam belajar dengan kondisi optimal. Proses belajar bagi orang dewasa memerlukan kehadiran orang lain yang berperan sebagai pembimbing belajar bukan cenderung digurui, orang dewasa ingin belajar bukan berguru. Orang dewasa tumbuh sebagai pribadi dan memiliki kematangan konsep diri, mengalami perubahan psikologis dan ketergantungan yang terjadi pada masa kanak-kanak menjadi kemandirian untuk mengarahkan diri sendiri, sehingga proses pembelajaran orang dewasa harus memperhatikan karakteristik orang dewasa.
Sehubungan dengan hal tersebut, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Dengan katta lain, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadinya dihormati, dan akan lebih senang jika diberi kesempatan untuk menyumbangkan pemikirannya.

B.       Saran
Dengan adanya pendekatan andragogi (pendidikan bagi orang dewasa) diharapkan dapat membantu dan memotivasi orang dewasa untuk terus belajar dan terus belajar hingga akhir hayat.


DAFTAR PUSTAKA
Arif, Zainuddin. (1994). Andragogi. Bandung: Angkasa.

Asmin. 2015. “Konsep dan Metode Pembelajaran untuk Orang Dewasa (Andragogi)”. Jurnal. Unimed Medan.

Febrian Kristiana, Ika. 2015. “Hubungan Antara Persepsi terhadap Pendekatan Andragogi dalam Pembelajaran dengan Efikasi Diri Pengambilan Keputusan Karir pada Mahasiswa”. Seminar Nasional. Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro.

Knowles, Malcom S. 1970. “The Moderns Practice of Adult Education: Andragogy Versus Pedagogy”. New York: Association Press.

Knowles, Malcom S. 1993. “Contributions of Malcom Knowles,” in The Christian Handbook on Adult Education eds. K.O.Gangel & James C. Wilhoit. Victor Books. Pp. 91-103.

Lindeman, E. C. 1926. “The Meaning of Adult Education (1989 edn.)”, Norman: University of Oklahoma.

Lunandi, A, G. 1987. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia

Sugiyanto. 2003. Dasar-dasar Pendidikan Orang Dewasa (Andragogi). Malang: Lembaga Penerbitan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.


Flickr Images

Like us on Facebook